Saturday, December 2, 2006

Dua Jiwa Sosialisme

"Langkah pertama dalam revolusi yang dilaksanakan oleh kelas buruh adalah dengan menaikkan posisi proletariat itu ke dalam posisi kelas yang memerintah, untuk memenangkan perjuangan demokrasi."


Raja Inggris George V berkata bahwa "Kita semua adalah sosialis dewasa ini." Dan sejak itu, banyak orang lain yang memakai istilah itu.

Partai Buruh di Australia memiliki "Tujuan Sosialis". Namun pemerintah Buruh sendiri (saat berkuasa) menjalankan sistem yang ada, dengan mengorbankan kaum buruh.

Negara-negara seperti bekas Uni Soviet dan Cina mengklaim dirinya sosialis, dengan menempatkan industri-industri di tangan negara dan menyingkirkan para kapitalis swasta, tapi yang berkuasa bukanlah kelas buruh sendiri, melainkan kelas baru, yaitu kelas birokrat.

Memang banyak negara dan partai beragam pernah membungkus dirinya dengan bendera sosialisme. Namun untuk mengerti secara lebih mendalam politik mereka, kita harus melihat isinya bukan hanya bungkusnya.

Coba kita lihat apa persamaan dari rejim-rejim dan partai-partai ini. Mereka memiliki dua persamaan. Yang pertama, adanya anggapan bahwa sosialisme berarti negara mempengaruhi bentuk atau membentuk ulang kebijakan ekonomi. Sebelum tahun 70-an ada kecenderungan umum, yaitu meningkatnya campur tangan pemerintah dalam masalah-masalah ekonomi sampai mempengaruhi benteng-benteng pasar bebas seperti di Amerika Serikat. Dengan kecenderungan seperti itu banyak orang berpikir "sosialisme sedang meluas."

Yang kedua, rejim yang mengaku "sosialis", baik di Uni Soviet maupun di pemerintah Sosial Demokrat, menganggap bahwa perubahan sosial harus berasal dari atas, dan harus dilakukan oleh para elit masyarakat seperti politisi dan birokrat.

Ide sosialisme seperti ini, masyarakat yang didominasi oleh aparatus negara (state-run society) yang dikontrol oleh elit, adalah sebuah ide yang sudah tua. Filsuf-filsuf dari eranya Plato sampai Hegel telah memimpikan adanya sebuah masyarakat yang teratur, terlepas dari konflik dan kebingungan. Dan mereka, Plato dan Hegel, menginginkan orang-orang seperti merekalah yang memimpin masyarakat yang mereka dambakan itu.

Teori seperti itu sangat mudah digunakan oleh para tiran, yang berpura-pura progresif untuk mencapai ambisi politik.

Untung, tercatat dalam sejarah, ada banyak perlawanan masyarakat terhadap para tiran itu. Dari Spartacus dengan budak-budak pemberontaknya sampai perjuangan-perjuangan kelas pekerja di zaman moderen. Masyarakat biasa telah mengembangkan tradisi perjuangan demokrasi massa.

Yang perlu adalah digabungnya aspirasi sosialis untuk sebuah masyarakat yang harmonis dengan tradisi perjuangan demokratis arus bawah. Ini baru timbul setelah munculnya kelas pekerja moderen. Pemikir yang memperhatikan penggabungan kedua aspek itu adalah Karl Marx. Ia berpendapat bahwa kelas pekerja, karena mereka telah mempelajari kerja sama di dalam proses produksi, maka mereka dapat menggabungkan demokrasi yang radikal dengan sebuah program sosialis. Gabungan ini merupakan artian yang sebenarnya dari "diktatur proletariat" yang sering disalahartikan. Dalam gagasan Marxis, diktatur proletariat itu berarti kekuasaan kaum buruh sendiri dengan cara demokratis.

Seperti dia mengantisipasi rezim mengerikan yang menyebut dirinya "rejim komunis'"di abad XX, Marx menulis: "Kami adalah bukan para komunis yang ingin mengubah dunia menjadi sebuah barak raksasa." Dengan menolak "komunisme" macam itu, malah ia mendesak: '"emansipasi kelas buruh merupakan tugas buruh sendiri."

Di dalam Manifesto Komunis ia menjelaskan bagaimana buruh bisa membebaskan dirinya sendiri. Ia menulis, "langkah pertama dalam revolusi yang dilaksanakan oleh kelas buruh adalah dengan menaikkan posisi proletariat itu ke dalam posisi kelas yang memerintah, untuk memenangkan perjuangan demokrasi."

Bagi Marx, isu kuncinya adalah kekuasaan politik buruh. Para buruh harus menempatkan industri di tangan negara. Tapi negara ini adalah negara mereka (kelas buruh). Negara itu tidak lebih atau kurang daripada "proletariat yang mengorganisasi diri sebagai kelas yang memerintah".

Ide-ide ini dikubur oleh para "pendeta agung" sosialis Eropa (seperti Karl Kautsky) setelah kematian Marx. Lenin berjuang untuk menghidupkannya kembali, namun revolusi yang ia pimpin di Rusia tidak bisa diperluas saat itu, dan Stalin sebagai penerusnya justru melakukan hal-hal yang berlawanan dengan demokrasi kelas buruh.

Sistem yang diciptakan oleh Stalin ini telah dilawan secara berturut-turut oleh buruh di Hungaria 1956, Cekoslowakia 1968, Solidaritas Polandia, sampai akhirnya dijatuhkan oleh gerakan massa tahun 1989.

Sebagai kesimpulan, ada dua jiwa dalam sosialisme, ialah ide revolusi dari bawah yang selalu berlawanan dengan ide "sosialisme dari atas" yang dianut oleh partai-partai sosial-demokrat dan bekas rejim '"komunis". "Suara Sosialis" menganut gagasan "sosialisme dari bawah", yaitu sosialisme revolusioner dan demokratis.

No comments: