Friday, December 22, 2006

Comment Lénine conduit à Staline : BAGAIMANA LENIN MENGGIRING PADA MUNCULNYA STALIN

BAGI kaum kiri-jauh Leninis, ambruknya Republik Sosialis Uni Soviet telah melontarkan lebih banyak pertanyaan ketimbang yang terjawab. Kalau Uni Soviet benar-benar merupakan sebuah ’negara pekerja’, mengapa para pekerja tidak mau membelanya? Mengapa pada kenyataannya mereka menyambut hangat datangnya perubahan?

Apa yang terjadi pada "revolusi politik ataukah kontra-revolusi berdarah" -nya Trotsky? Organisasi-organisasi Leninis yang tak lagi memandang Uni Soviet sebagai negara pekerja juga belum bisa lepas dari kontradiksi-kontradiksi tersebut. Kalau memang Stalin merupakan sumber permasalahan, mengapa ada begitu banyak pekerja Rusia yang menyalahkan Lenin serta pemimpin-pemimpin Bolshevik lainnya?

Mitologi "Lenin, sang pencipta dan penopang revolusi Rusia" kini sekarat. Demikian pula yang akan terjadi pada semua kelompok Leninis karena, seiring arsip-arsip Soviet makin dibuka, akan semakin sulit untuk mempertahankan warisan Lenin. Sampai saat ini, kaum kiri di Barat telah menghindari dan memalsukan perdebatan tentang Lenin selama 60 tahun. Bagaimanapun, sekarang ini marak bermunculan artikel-artikel dan pertemuan-pertemuan oleh berbagai kelompok Trotskyis yang berusaha meyakinkan para pekerja bahwa Lenin tidak menggiring pada munculnya Stalin. Sayangnya, banyak dari perdebatan ini masih didasarkan atas fitnah dan pemalsuan-pemalsuan sejarah yang telah menjadi gejala Bolshevisme sejak 1918. Pertanyaan-pertanyaan kunci mengenai unsur-unsur apa yang membentuk Stalinisme, dan kapan "Stalinisme" pertama kali muncul dalam prakteknya, dihindari demi mempertahankan retorika dan kepalsuan sejarah.

Stalinisme didefinisikan oleh banyak ciri, dan sesungguhnya beberapa dari ciri-ciri ini sangat sulit ketimbang sebagian ciri lainnya untuk ditempatkan di kaki Lenin. Poin-poin panduan kebijakan luar negeri Stalin, misalnya, adalah ide tentang ko-eksistensi damai dengan Barat sembari membangun sosialisme di Republik Sosialis Uni Soviet ("sosialisme di satu negeri"). Lenin sering dipresentasikan sebagai lawan ekstrem terhadap Stalinisme seperti itu, Lenin dipresentasikan sebagai orang yang mau menempuh risiko apapun demi terwujudnya revolusi internasional. Akan tetapi, cerita ini, sebagaimana juga banyak cerita lainnya, tidaklah sepenuhnya seperti apa yang terlihat.

Poin-poin lain yang akan dianggap oleh banyak orang sebagai ciri Stalinisme mencakuppembentukan sebuah negara satu partai, tidak ada kontrol terhadap perekonomian oleh kelas pekerja, kekuasaan diktatorial individu-individu terhadap massa masyarakat, pelibasan secara brutal terhadap aksi-aksi pekerja, dan penggunaan fitnah serta penyelewengan sejarah
Sosialisme di Satu Negeri

Perjanjian Brest-Livtosk tahun 1918, yang menarik Rusia keluar dari Perang Dunia I, juga menyerahkan sebagian sangat besar wilayah Ukraina kepada bangsa Austro-Hungaria.

Jelaslah, ketika itu tidak ada potensi untuk meneruskan sebuah perang konvensional (khususnya setelah kaum Bolshevik menggunakan slogan «kedamaian, roti, tanah » untuk memenangkan dukungan massa). Namun demikian, hadirnya gerakan Makhnovis di Ukraina jelas menunjukkan sebuah potensi revolusioner yang sangat besar di kalangan petani dan pekerja Ukraina. Tidak ada upaya yang dilakukan guna mendukung atau menopang kekuatan-kekuatan yang memang berusaha untuk melakukan sebuah perang revolusioner melawan bangsa Austro-Hungaria. Mereka dikorbankan demi mendapatkan sebuah interval untuk membangun «sosialisme» di Rusia.

Poin kedua yang penting mengenai internasionalisme Lenin adalah penekanannya sejak tahun 1918 bahwa, yang menjadi tugas adalah membangun «kapitalisme negara", misalnya dengan pernyataan «kalau kita mengintrodusir kapitalisme negara dalam masa kira-kira 6 bulan, maka kita akan mencapai keberhasilan yang besar…". [1] Lenin juga diketahui pernah mengatakan «Sosialisme tak lain adalah monopoli-kapitalis negara yang dilakukan demi kemanfaatan seluruh rakyat". [2] Hal ini memunculkan pertanyaan mengenai konsep Lenin tentang sosialisme.
Negara Satu Partai

Satu ciri pokok lainnya yang oleh banyak orang biasanya diasosiasikan dengan Stalinisme adalah pembentukan sebuah negara satu partai, dan pembungkaman semua arus oposisi di dalam partai. Banyak kaum Trotskyis masih akan mengatakan kepada kamu bahwa kaum Bolshevik menyemangati kaum pekerja untuk bangkit dan memperdebatkan poin-poin di masa itu, baik di dalam maupun di luar partai. Kenyataannya sangatlah berbeda, karena kaum Bolshevik segera mengawasi secara keras kekuatan-kekuatan revolusioner di luar partai, dan kemudian mengawasi ketat orang-orang di dalam partai yang gagal mengikuti garis partai.

Pada April 1918, polisi rahasia Bolshevik (Cheka) menggerebek 26 pusat Anarkis di Moskow. Empat puluh orang Anarkis dibunuh atau terluka dan lebih dari 500 orang dipenjara. [3] Pada bulan Mei, terbitan-terbitan Anarkis yang terkemuka dibredel. [4] Kedua peristiwa ini terjadi sebelum alasan meletusnya Perang Sipil bisa digunakan ( ? terhadap kelompok-kelompok kiri lainnya.?) sebagai suatu ’pembenaran’. Penggerebekan-penggerebekan ini terjadi karena kaum Bolshevik mulai kalah dalam perdebatan-perdebatan mengenai pengelolaan industri Rusia.

Di tahun 1918 itu juga, sebuah faksi di partai Bolshevik yang kritis terhadap kebijakan partai yang mengintrodusir ’Taylorisme’ (penggunaan kajian-kajian tentang keping kerja, waktu dan gerak untuk mengukur hasil masing-masing pekerja, yang pada esensinya adalah ilmu tentang ekstraksi tenaga habis-habisan) di jurnal Kommunist dipaksa keluar dari Leningrad ketika mayoritas peserta konferensi partai di Leningrad mendukung tuntutan Lenin «agar para penggiat Kommunist menghentikan eksistensi organisasional mereka yang terpisah-pisah". [5]

Jurnal ini terbit terakhir kali pada bulan Mei, dibungkam «Bukan dengan diskusi, bujukan ataupun kompromi, melainkan dengan suatu kampanye bertekanan tinggi di dalam organisasi-organisasi partai, yang didukung oleh serangan caci-maki kasar di pers partai…". [6] Dahsyatnya kalau dikatakan mendorong perdebatan!! Satu contoh lebih jauh tentang ’mendorong perdebatan’ ala Bolshevik terlihat dalam perlakuan mereka terhadap Makhnovis di Ukraina. Tentara partisan yang berperang melawan baik kaum nasionalis Ukraina maupun para jenderal Putih pada satu masa membebaskan lebih dari 7 juta orang. Ini dipimpin oleh seorang anarkis, Nestor Mhakno, dan anarkisme memainkan peran besar dalam ideologi gerakan ini. Zona yang dibebaskan ini dikelola oleh sebuah soviet demokratik pekerja dan petani, dan banyak kolektif didirikan.
Gema Spanyol

Kaum Makhnovis masuk ke dalam perjanjian dengan kaum Bolshevik tiga kali agar bisa mempertahankan sebuah front yang kuat untuk melawan kaum Putih dan kaum nasionalis. Kendati demikian, mereka juga tiga kali dikhianati oleh kaum Bolshevik, dan pada kali ketiga mereka pun dihancurkan setelah kaum Bolshevik menangkap dan mengeksekusi semua delegasi yang dikirim ke sebuah dewan militer bersama. Penangkapan dan pembunuhan ini dilakukan atas instruksi Trotsky!

Uraian Daniel Guerin tentang sepak-terjang Trotsky terhadap kaum Makhnovis adalah instruktif «Trotsky menolak untuk memberikan senjata kepada para partisan Makhno, mengabaikan tugasnya untuk membantu mereka, dan kemudian menuduh mereka berkhianat serta sengaja membiarkan diri mereka dipukul oleh pasukan putih. Prosedur yang sama 18 tahun kemudian diikuti oleh kaum Stalinis Spanyol terhadap brigade-brigade anarkis". [7]

Sumbat final diterapkan pada kehidupan politik di luar ataupun di dalam partai pada tahun 1921. Kongres partai pada 1921 melarang semua faksi di dalam partai komunis itu sendiri. Trotsky berpidato mengecam salah satu faksi tersebut, yakni Oposisi Pekerja, dengan mengatakan bahwa mereka telah «menempatkan hak pekerja untuk memilih wakil-wakil di atas partai. Seolah partai tidak berhak untuk menegaskan kediktatorannya meskipun kediktatoran itu untuk sementara waktu berbenturan dengan semangat demokrasi pekerja yang sedang berlangsung". [8] Tak lama setelah itu, pemberontakan Kronstadt digunakan untuk membuang, memenjarakan dan mengeksekusi kaum anarkis yang tersisa. Lama sebelum matinya Lenin, warisan politik yang kini dibebankan kesalahannya pada Stalin telah tersempurnakan. Perbedaan pendapat telah dibungkam di dalam dan di luar partai. Negara satu partai berdiri pada tahun 1921. Stalin mungkin memang merupakan tokoh pertama yang mengeksekusi anggota-anggota partai dalam skala sangat besar, namun dengan adanya eksekusi orang-orang revolusioner di luar partai serta pembungkaman perdebatan di dalam partai sejak tahun 1918, maka logika untuk pembersihan-pembersihan ini jelas sudah tertanam sebelumnya.
Kelas Pekerja Di Bawah Kekuasaan Lenin

Satu wilayah kunci lainnya adalah posisi kelas pekerja dalam masyarakat Stalinis. Tidak ada kaum Trotskyis yang akan menyangkal bahwa di bawah kekuasaan Stalin, kaum pekerja tidak punya hak suara dalam pengelolaan tempat kerja mereka dan mengalami kondisi-kondisi yang kejam di bawah ancaman tangan besi negara. Namun demikian, sekali lagi, kondisi-kondisi ini mulai muncul di bawah kekuasaan Lenin, dan bukan Stalin. Segera setelah revolusi, kaum pekerja Rusia berusaha mem-federasi-kan komite-komite pabrik agar bisa memaksimalkan distribusi sumberdaya. Ini dihambat oleh serikat-serikat buruh dengan ’arahan’ dari Bolshevik.

Di awal 1918, basis kontrol oleh pekerja yang terbatas, yang ditawarkan oleh kaum Bolshevik (pada kenyataannya lebih sedikit lagi ketimbang yang diperhitungkan), menjadi jelas ketika semua keputusan harus disetujui oleh sebuah badan tinggi yang mana tak lebih dari 50% keanggotaannya bisa diisi oleh pekerja. Daniel Guerin menguraikan bagaimana kontrol Bolshevik terhadap proses pemilihan di pabrik-pabrik: "pemilihan-pemilihan untuk memilih komite-komite pabrik terus berlangsung, tetapi satu anggota sel Komunis membacakan daftar kandidat yang telah ditentukan sebelumnya, dan pemungutan suara dilakukan dengan cara mengacungkan tangan di tengah kehadiran garda-garda ’Komunis’ bersenjata. Siapapun yang menyatakan oposisinya terhadap kandidat-kandidat yang diajukan, akan terkena pemotongan upah, dll." [9]

Pada 26 Maret 1918, kontrol oleh pekerja di proyek-proyek pembangunan jalan kereta api dihapuskan dengan sebuah dekrit yang penuh dengan frasa-frasa menjengkelkan yang menekankan «disiplin kerja besi» dan manajemen individu. Sekurangnya, kata para pengikut Trotsky, jalan-jalan kereta api bisa beroperasi tepat pada waktunya. Di bulan April Lenin menerbitkan sebuah artikel di Isvestiya yang mencantumkan pengenalan sebuah sistem kartu untuk mengukur produktivitas masing-masing pekerja. Dia mengatakan «… di Rusia kita harus mengorganisir pengkajian dan pengajaran sistem Talyor." "Kepatuhan total terhadap suatu kehendak tunggal mutlak diperlukan untuk keberhasilan proses kerja...revolusi menuntut, demi kepentingan sosialisme, bahwa massa tanpa mempertanyakan lagi mematuhi kehendak tunggal para pemimpin proses kerja itu," [10] demikian dinyatakan Lenin pada 1918. Ini terjadi sebelum meletusnya Perang Sipil, hal mana membuat klaim-klaim yang menyatakan bahwa, kaum Bolshevik pada waktu itu berusaha memaksimalkan kontrol oleh pekerja sebelum Perang Sipil menghambat usaha itu, menjadi sekadar omong kosong.

Dengan meletusnya Perang Sipil, kondisi menjadi jauh lebih buruk. Di akhir bulan Mei, dikeluarkan dekrit bahwa tak lebih dari 1/3 personalia manajemen di perusahaan-perusahaan industri yang perlu dipilih. [11] Beberapa «puncak momentum» di tahun-tahun berikutnya cukup penting untuk dikemukakan. Pada kongres ke-9 partai di bulan April 1920, Trotsky mengeluarkan komentarnya yang buruk tentang militerisasi kerja : "kelas pekerja... harus dilemparkan kesana-kemari, ditunjuk, diperintah persis seperti serdadu. Para disertir dari kerja harus ditempa di dalam batalyon-batalyon penghukuman atau dimasukkan ke kamp-kamp konsentrasi." [12] kongres itu sendiri mendeklarasikan: «tidak ada kelompok serikat buruh yang perlu secara langsung campur tangan dalam manajemen industri." [13]
Manajemen Satu Orang

Pada kongres serikat buruh di bulan April itu, Lenin membual betapa pada tahun 1918 dia telah " menjelaskan perlunya mengakui otoritas diktatorial individu-individu tunggal demi tujuan melaksanakan ide soviet." [14] Trotsky menyatakan bahwa «kerja... wajib bagi seluruh pelosok negeri, kewajiban bagi setiap pekerja adalah basis sosialisme " [15] dan bahwa militerisasi kerja bukanlah langkah darurat. [16]

Dalam buku Perang, Komunisme dan Terorisme yang diterbitkan oleh Trotsky pada tahun itu, dia mengatakan, «Serikat -serikat hendaknya mendisiplinkan para pekerja dan mengajari mereka untuk menempatkan kepentingan-kepentingan produksi di atas kebutuhan-kebutuhan dan tuntutan-tuntutan mereka sendiri."

Dengan demikian, mustahillah untuk membedakan antara kebijakan-kebijakan ini dengan kebijakan-kebijakan kerja di masa kekuasaan Stalin.
Pemberontakan Pekerja

Barangkali kecaman yang paling pedas terhadap rezim-rezim Stalinis muncul setelah mereka melakukan pelibasan terhadap pemberontakan-pemberontakan pekerja, baik yang diketahui secara luas seperti di Berlin Timur pada 1953, di Hungaria pada 1956 dan di Cekoslovakia pada 1968 maupun yang skalanya lebih kecil, pemberontakan-pemberontakan yang kurang dikenal. Pemberontakan besar yang pertama seperti itu terjadi di masa kekuasaan Lenin dikarenakan adanya intimidasi berskala besar pada tahun 1921 di Kronstadt, sebuah pangkalan angkatan laut dan kota kecil dekat Petrograd.

Pemberontakan ini secara esensial terjadi ketika Kronstadt berupaya untuk secara demokratis memilih sebuah soviet, dan mengeluarkan serangkaian pernyataan yang menyerukan untuk kembali ke soviet-soviet yang demokratis serta kebebasan pers dan kebebasan bicara bagi partai-partai sosialis kiri." [17]

Upaya ini memenangkan dukungan bukan hanya dari massa pekerja dan pelaut di pangkalan itu, melainkan juga dari sebagian jajaran di partai Bolshevik. Respon kaum Leninis ketika itu brutal. Pangkalan Kronstadt digempur, dan banyak dari para pemberontak yang gagal melarikan diri dieksekusi. Kronstadt telah menjadi kekuatan penggerak untuk revolusi tahun 1917, dan pada 1921 revolusi mati bersama matinya Kronstadt.

Ada ciri-ciri lain yang lazim diterima sebagai karakter Stalinisme. Satu lagi yang cukup penting untuk diperhatikan adalah cara fitnah yang telah digunakan oleh organisasi-organisasi Stalinis sebagai senjata untuk melawan kelompok-kelompok kiri lainnya. Satu lagi yang lain adalah cara Stalin menulis ulang sejarah. Namun demikian, sekali lagi ini adalah turunan mendalam dari Leninisme. Mhakno, misalnya, diubah dari semula dielu-elukan oleh koran-koran Bolshevik sebagai «Sang Pembalas Kaum Putih " [18], kemudian digambarkan sebagai seorang Kulak dan bandit.
Fitnah

Kaum Trotskyis di masa modern sekarang senang sekali mengulangi bentuk fitnah ini dengan disertai penggambaran Mhakno sebagai seorang yang anti-Semit. Namun demikian, sejarawan Yahudi, M. Tchernikover, mengatakan: «Tak bisa dipungkiri bahwa, di antara semua tentara, termasuk Tentara Merah, kaum Makhnovis-lah yang berlaku paling baik terhadap penduduk sipil pada umumnya, dan penduduk Yahudi pada khususnya. " [19]

Kepemimpinan kaum Makhnovis berisikan orang-orang Yahudi, dan bagi mereka yang ingin berorganisasi dengan cara ini, ada detasemen-detasemen yang khusus untuk orang Yahudi. Peran yang dimainkan oleh kaum Makhnovis dalam menaklukkan kaum putih telah dihapuskan dari sejarah oleh setiap sejarawan Troskyis, tetapi beberapa sejarawan lain menganggap bahwa kaum Makhnovis memainkan peran yang jauh lebih menentukan ketimbang Tentara Merah dalam mengalahkan Wrangel. [20]

Kronstadt memberikan satu contoh lagi mengenai bagaimana Lenin dan Trotsky menggunakan fitnah untuk menghadapi musuh-musuh politiknya. Keduanya berupaya menggambarkan pemberontakan tersebut sebagai diorganisir dan dipimpin oleh kaum putih. Pravda edisi 3 Maret 1921 menggambarkan pemberontakan Kronstadt sebagai «Sebuah skenario baru kaum Putih.... yang diperkirakan-dan tak ragu lagi memang disiapkan-oleh kaum kontra-revolusi Perancis. " Lenin, dalam laporannya kepada Kongres ke-10 Partai pada tanggal 8 Maret, mengatakan, «Para jendral Putih, kalian semua tahu, memainkan peran besar dalam hal ini. Ini sepenuhnya terbukti. " [21]

Namun demikian, bahkan Isaac Deutscher, penulis biografi Trotsky, mengatakan dalam The Prophet Armed: «Kaum Bolshevik menuduh orang-orang Kronstadt sebagai para pendurhaka kontra-revolusioner yang dipimpin oleh seorang jendral Putih. Tuduhan ini nampak tak berdasar. " [22]
Menulis Ulang Sejarah

Beberapa orang Trotskyis di era modern ini mengulangi cara-cara memfitnah orang lain, misalnya Brian Pearce (sejarawan Liga Buruh Sosialis di Inggris) yang berusaha menyangkal bahwa hal seperti itu pernah terjadi: «Tidak ada pretensi yang dibuat dalam pernyataan bahwa para pendurhaka Kronstadt adalah Garda Putih. " [23] Fakta sesungguhnya menunjukkan bahwa, satu-satunya jendral Tsaris yang ada di kubu pertahanan ditempatkan di sana sebagai komandan oleh Trotsky beberapa bulan sebelumnya! Biarlah kita serahkan kata-kata terakhir tentang hal ini kepada para pekerja Kronstadt: «Kawan-kawan, jangan biarkan dirimu disesatkan. Di Kronstadt, kekuasaan ada di tangan para pelaut, serdadu merah dan para pekerja revolusioner. " [24]

Ada ironi dalam fakta bahwa taktik-taktik fitnah dan menulis ulang sejarah, sebagaimana yang dilakukan secara sempurna oleh kaum Bolshevik di bawah kepemimpinan Lenin, kemudian digunakan dengan efek serupa terhadap kaum Trotskyis. Trotsky dan para pengikutnya dituduh sebagai «Fasis» dan agen imperialisme internasional. Mereka hendak dicoret dari sejarah revolusi. Kendati demikian, sekarang ini para pengikut Trotsky, yakni kaum Leninis terakhir yang tersisa, menggunakan taktik-taktik yang sama dalam menghadapi lawan-lawan politiknya.

Maksud dari artikel ini adalah untuk memancing banyak perdebatan yang diperlukan di kalangan kiri Irlandia tentang watak Leninisme dan bagaimana revolusia berjalan ke arah yang buruk. Konteks ambruknya Eropa Timur membuat semakin mendesak saja bagi perdebatan ini untuk bergerak melampaui kebohongan-kebohongan lama yang itu-itu juga. Kalau Leninisme terletak di jantung Stalinisme, maka organisasi-organisasi yang menganut ajaran Lenin berdiri untuk kembali membuat kesalahan-kesalahan yang sama. Siapapun dalam sebuah organisasi Leninis yang tidak menanggapi hal ini secara serius berarti persis sama buta dan tersesatnya dengan semua anggota partai komunis yang menganggap bahwa Uni Soviet merupakan sebuah negeri sosialis sampai hari kejatuhannya.

Affinitas #1

CATATAN KAKI:

[1] 1. V.I. Lenin «Left wing childishness and petty –bourgeois mentality", h

[2] 2. V.I. Lenin «The threatening catastrophe and how to fight it", u

[3] 3. M. Brinton «The Bolsheviks and workers control» page 38,r

[4] 4. M. Brinton page 38

[5] , 5. Brinton, page 39,s

[6] 6. Brinton, page 40,t

[7] 7. D. Guerin «Anarchism", page 101, r

[8] 8. Brinton, page 78,i

[9] 9. Guerin,kpage 91,es

[10] 10. Brinton, page 41

[11] 11. Brinton, page 43

[12] 12. Brinton, page 61, o

[13] 13. Brinton, page 63, f

[14] 14. Brinton, page 65

[15] 15.1981 for politic a,

[16] 16. I. Deutscher, «The Prophet Armed» pages 500-07

[17] 17. Ida Mett,"The Kronstadt Uprising", page 38

[18] 18. A. Berkman, «Nestor Makhno", page 25

[19] 19. quoted by Voline «The Unknown Revolution", page 572

[20] 20. P. Berland, « Makhno », Le Temps, 28 Aug, 1934

[21] 21. Lenin, Selected Works, vol IX, p. 98

[22] 22. Deutscher, The Prophet Armed, page 511

[23] 23. Labour Review, vol V, No. 3

[24] 24. I. Mett, page 51

Buruh: Eksploitasi Dan Perlawanan

Labor terdefinisi dalam kedudukan bahasa Latin dengan makna kerja keras, bekerja berat, bersusah payah dan membanting tulang. Labor diterjemahkan sebagai kata yang mengandung arti penderitaan, perusakan, menyusahkan, menghadapi kesulitan, kelelahan dan sakit yang berat. Bersamaan turunan kata, labor dikaitkan dengan hasil pekerjaan perladangan dan perkebunan.

Secara umum, labor identik kaum buruh, pekerja dan karyawan swasta yang membentuk kesatuan dalam kesamaan pandangan, keyakinan politik, argumentasi orang tertindas dan himpunan orang-orang yang mengalami kekerasan struktural oleh negara ataupun perusahaan. Dengan menempatkan pengertian terbatas, maka jauh dari harapan sesungguhnya bahwa pekerja - buruh, jongos, bedinde, pembokat, ataupun koeli, tetap memberikan konotasi terendah, paling hina dalam stempel struktur bahasa dan kelazimannya.

Eksploitatif dan Perlawanan

Sesungguhnya, pengertian buruh tidak harus ditempatkan dalam struktur ekonomi yang vis a vis dengan majikan, juragan, pengusaha atau negara dalam artian politis. Dengan pengertian yang dangkal ini, buruh mengalami degradasi rational-animale sebagai kaum terbuang, terisolasi dan termarginalkan. Perasaan dan pikiran eksploitatif ini terbentuk sejak lama sehingga melahirkan kebangkitan dan perlawanan.
Perlawanan buruh terbesar terjadi di Amerika Serikat pada 4 Mei 1886. Ketika itu belasan polisi dan buruh tewas dalam kerusuhan berdarah di pusat bisnis Haymarket, Chichago, Illinois. Para pemimpin buruh ditangkap dan sebagian dihukum mati. Kerusuhan itu adalah puncak dari demonstrasi nasional 400 ribu buruh Amerika sejak 1 Mei 1886. Tuntutannya adalah pengurangan jam kerja menjadi 8 jam kerja sehari.
Dengan peristiwa yang terjadi di berbagai penjuru dunia tentang perlawanan kaum buruh, Kongres Sosialis Dunia di Paris menetapkan pada 1 Mei sebagai hari Buruh Sedunia. Ikon dan konteks buruh di Indonesia sesungguhnya adalah keseluruhan kebijakan politik sejak pemerintahan Hindia Belanda. Eksploitasi alam disertai tenaga manusia terekam dalam karya Multatuli yang menggugat pemerintah Belanda dengan memaksa rakyat Hindia-Belanda untuk membangun jalan-jalan, perkebunan kopi, cengkih, pala (rempah-rempah) dan tanam paksa (culturstelsell system).

Ingatan kolektif bangsa ini sangat mempengaruhi perilaku akibat kerja rodi dan romusha jaman penjajahan. Akan tetapi, di awal 80-an, konteks perlawanan buruh di Indonesia mengalami perubahan. Tekanan rezim pemerintah, memaksa serikat buruh dan dagang bergerak di bawah tanah. Partai pengusung sosialis dan kaum buruh dilemahkan. Buruh tidak tampil dalam ikatan serikat pekerja tapi lewat ikon pribadi yang tertindas seperti Marsinah dan Lisa Bonet, sebagai potret tertindas, teraniaya dan menderita. Barulah pasca reformasi, eskalasi pertumbuhan partai dan organisasi serikat buruh merebak bagaikan jamur di musim hujan.

Longmarch Pemikiran Marx

Penderitaan kaum buruh adalah longmarch pemikiran Marx dalam argumentasi perhitungan infrastruktur dan suprastruktur lembaga-lembaga negara terhadap aktifitas rakyat. Dalam hal ini, sosialis yang dimaksudkan Marx adalah kebersamaan/communio diatur oleh negara dan meniadakan kepemilikan pribadi (versted right). Marx menghendaki adanya keseimbangan dan kesempatan yang sama dalam bernegara dan mendapatkan hak-hak sama-rasa dan sama-rata. Negara adalah pembagi adil dan poros kekuasaan yang mengatur sendi-sendi kehidupan masyarakat seutuhnya.

Bertentangan dengan pemikiran tersebut, para pendiri negara (the founding fathers) mengartikulasikan negara menjamin hak hidup dan mendapatkan pekerjaan yang layak. Hal ini tercermin dalam Undang-Undang Dasar 1945 dimana negara memberikan hak-hak keberdayaan terhadap warga negara di bidang pendidikan, agama, berserikat, mengeluarkan pendapat dan pekerjaan dan kehidupan yang layak.


Pengejahwantahan/implementasi hak dan kebebasan buruh yang diberikan negara masih terbatas. Hak-hak buruh justru mengalami perubahan dari akomodasi politis menjadi perluasan ekonomis bagi para pengusaha dalam hal ini intervensi dalam Undang-Undang Ketenagakerjaan. Kondisi ini sangat memprihatinkan. Undang-Undang dijadikan pertautan psikologis antara kebutuhan mencari dan mendapatkan pekerjaan dengan nilai usaha atau keuntungan bagi pihak majikan atau pengusaha.

Pertemuan kepentingan antara poros ekonomi (pengusaha, investor asing) dan politik (pemerintah; DPR, Presiden) dalam pengambilan kebijakan, akan sangat merugikan kaum buruh dan melemahkan usaha-usaha kooperatif yang dibangun selama proses reformasi. Pertentangan buruh–majikan sesungguhnya berada dalam bidang regulasi dan kehendak aspiratif legislatif serta eksekutif. Jika demikian, manakah jalan-jalan advokasi yang harus dilakukan buruh? Menggelar aksi demo, unjuk rasa dan drama kaotik buruh tidaklah cukup menghadapi perselingkuhan aktor ekonomi dan politik untuk mengubah nasib buruh.

Posisi Buruh

Perjuangan hak-hak kaum buruh atas kewajiban majikan harus lebih cerdas, terarah dan sesuai legitimasi hukum serta memenuhi unsur-unsur berkeadilan. Negara sebagai aktor intervensi regulatif harus mampu memainkan fungsi pemerintah yang mengemban kedaulatan rakyat. Posisi buruh harus ditempatkan sebagai bagian dari aspirasi rakyat yang menuntut keadilan. Apabila pemerintah tidak dapat memberikan kepastian dan kelayakan hidup serta pekerjaan terhadap rakyatnya, maka pemerintah gagal menjalankan fungsi dan tugasnya untuk kesejahteraan rakyat.
Selanjutnya, kedudukan buruh terhadap majikan atau pengusaha juga ditempatkan pada proporsinya. Terminologi buruh terhadap majikan adalah orang yang bekerja dan mendapatkan gaji atau upah bekerja. Akan tetapi, dilema dan kesulitan menempatkan posisi buruh terjadi pada saat majikan melakukan ekspansi usaha dan tuntutan “pungli” berlebihan oleh pemerintah. Begitu banyak retribusi, pajak tak bertuan, sumbangan keamanan lingkungan, sumbangan perayaan hari-hari besar yang harus dikeluarkan oleh pihak majikan/pengusaha. Alhasil, keuntungan perusahaan diperas oleh unnormally circumstances yang membuat neraca laba perusahaan morat-marit dan mencari kompensasi (equibilirium) keseimbangan.

Kompensasi kondisi di atas, memberikan implikasi pemberian upah yang sangat minim dan pengerusan tenaga kerja yang berlebihan. Inilah posisi dilematis yang dialami buruh. Situasi tersebut terjadi berlarut-larut tanpa ada upaya konkrit baik dari pihak manajemen perusahaan dan pemerintah. Mediasi yang terputus akan berakibat fatal pada pemogokan dan kerugian sektor produksi.

Sosialisme Borjuis Kecil dan Sosialisme Proletar

Dari bermacam doktrin sosialis, Marxisme-lah yang saat ini paling dominan di Eropa. Perjuangan untuk mencapai masyarakat sosialis hampir sepenuhnya dipahami oleh Marxisme sebagai perjuangan kelas buruh di bawah pimpinan partai-partai Sosial-Demokratis. Dominasi sosialisme proletariat ini berdasar pada ajaran Marxisme tidak dicapai seketika, tetapi semata setelah terjadi perjuangan panjang menentang bermacam doktrin usang, sosialisme borjuis kecil, anarkisme dan lain-lain. Sekitar 30 tahun yang lalu Marxisme tidak dominan, sekalipun di Jerman. Pandangan yang berlaku di negara tersebut bersifat transisi, bercampur baur dan eklektis, terletak diantara sosialisme borjuis kecil dan sosialisme proletariat. Doktrin-doktrin yang paling menyebar dikalangan buruh maju di negara-negara Romawi, di Perancis, Spanyol dan Belgia adalah Proudhonisme, Blanquisme [1] dan anarkisme yang nyata-nyata mengekspresikan cara pandang borjuis kecil, bukan proletariat. Apa yang menyebabkan cepat dan tuntasnya kemenangan Marxisme dalam dekade terakhir ini? Ketepatan pandangan Marxis dalam banyak hal telah dibuktikan oleh semua perkembangan masyarakat kontemporer baik ekonomi maupun politik, dan oleh seluruh pengalaman gerakan revolusioner serta perjuangan kelas-kelas tertindas. Kemunduran borjuis kecil, cepat atau lambat, tak dapat dielakkan akan mengakibatkan kepunahan segala macam prasangka borjuis kecil. Sementara itu tumbuhnya kapitalisme dan kian dalamnya perjuangan kelas dalam masyarakat kapitalis jadi agitasi terbaik bagi gagasan sosialisme proletar. Keterbelakangan Rusia itulah pada dasarnya yang bisa menjelaskan tetap kokohnya bermacam doktrin sosialis usang di sana. Seluruh sejarah aliran pemikiran revolusioner Rusia sepanjang perempat terakhir abad 19 adalah sejarah perjuangan Marxisme melawan sosialisme borjuis kecil Narodnik. [2] Meskipun kemajuan pesat dan keberhasilan luar biasa gerakan kelas pekerja Rusia pun sudah berhasil membuahkan kemenangan bagi Marxisme di Rusia tapi berkembangnya sebuah gerakan petani yang jelas revolusioner – khususnya revolusi petani terkenal di Ukraina tahun 1902 [3] - di satu sisi malah membangkitkan lagi Narodnisme kuno. Teori-teori Narodnik yang kuno dengan diwarnai oleh oportunisme Eropa yang populer masa itu (Revisionisme, Bernteinsime [4] dan kritisisme atas Marx), mendadani seluruh persediaan ideologis asli golongan yang umum disebut Sosialis-Revolusioner. [5] Itulah sebabnya mengapa masalah kaum petani menonjol dalam pertentangan Marxis melawan Narodnik sejati maupun golongan sosialis-revolusioner.

Untuk satu hal tertentu, Narodnisme adalah sebuah doktrin yang integral dan konsisten. Narodnisme menolak adanya dominasi kapitalisme di Rusia; menentang peran buruh pabrik sebagai pemimpin garis depan perjuangan kaum proletar; menolak pentingnya sebuah revolusi politik dan kebebasan politik borjuis; ia menyerukan perlu segera dilaksanakannya sebuah revolusi sosialis yang berangkat dari komune petani berikut bentuk-bentuk pertanian kecil-nya. Semua yang masih bertahan dalam teori integral ini sekarang hanyalah serpihan-serpihan saja, tapi untuk secara pandai memahami kontroversi-kontroversi yang berlangsung saat ini,dan menjaga supaya kontroversi itu tidak melorot menjadi sekedar perang mulut, orang semestinya ingat akar-akar Narodnik yang paling dasar dan umum yang sekaligus merupakan akar kesalahan Sosialis-Revolusioner kita.

Kaum Narodnik beranggapan bahwa kaum Muzhik adalah manusia Rusia masa depan. Pandangan ini tak pelak berkembang karena keyakinan mereka pada masa depan kapitalisme. Sedangkan kaum Marxis beranggapan bahwa buruh pekerja adalah manusia masa depan, dan perkembangan kapitalisme Rusia baik di bidang pertanian maupun industri makin menegaskan pandangan mereka. Gerakan kelas pekerja di Rusia telah berhasil memperoleh pengakuan bagi keberadaannya sendiri. Tetapi bagi gerakan petani, masih ada jurang pemisah antara Narodisme dan Marxisme hingga sekarang, yang mana hal ini terungkap dalam penafsiran mereka yang berbeda atas gerakan (petani) ini. Bagi kaum Narodnik, gerakan petani tersebut dengan sendirinya membuktikan kekeliruan Marxisme. Ini adalah gerakan yang bekerja untuk suatu revolusi sosialis yang langsung; gerakan ini tidak mengakui kebebasan politik borjuis; gerakan yang berangkat dari produksi skala kecil dan bukan produksi berskala besar. Singkatnya, bagi kaum Narodnik, gerakan petani lah yang benar-benar sosialis sejati dan segera merupakan gerakan sosialis. Kesetiaan Narodnik pada komune petani dan bentuk tertentu anarkisme Narodnik sepenuhnya bisa menjelaskan mengapa kesimpulan demikian yang selalu terumuskan. Bagi kaum Marxis, gerakan petani adalah gerakan demokratik, bukan gerakan sosialis. Di Rusia, seperti juga kasus di negara-negara lain, gerakan ini pasti sejalan dengan revolusi demokratik, revolusi yang borjuis kandungan sosial ekonominya. Gerakan yang sampai titik akhirnya memang tidak ditujukan untuk menggoyang pondasi tatanan borjuis, menentang prodksi komoditi atau melawan kapital. Sebaliknya gerakan itu ditujukan untuk menentang hubungan pra-kapitalis, hubungan perhambaan kuno di wilayah pedesaan dan melawan tuan-tanahisme, yang menjadi kunci seluruh kelangsungan hidup pemilikan hamba-hamba. Konsekuensinya kemenangan penuh gerakan petani ini tak akan menghapus kapitalisme; malahan sebaliknya, gerakan ini akan menciptakan pondasi lebih luas lagi bagi perkembangan kapitalisme, akan mempercepat serta memperdalam perkembangan kapitalis sejati. Kemenangan penuh pemberontakan kaum petani hanya bisa menciptakan benteng bagi republik demokrasi borjuis, yang didalamnya tumbuh untuk pertama kalinya suatu perjuangan proletariat melawan kehendak borjuasi dalam bentuk yang paling murni. Lantas, ada dua pandangan bertentangan yang harus dimengerti dengan jelas oleh siapapun yang ingin mempelajari jurang perbedaan prinsipil antara Sosialis-Revolusioner dan Sosialis-Demokrat. Merujuk ke salah satu pandangan, gerakan petani adalah gerakan sosialis, sedangkan merujuk ke pandangan lain gerakan petani adalah gerakan borjuis-demokratik. Dengan ini orang bisa lihat betapa gobloknya ungkapan orang-orang Sosialis-Revolusioner kita ketika mereka mengulang beratus kali (lihat, misalnya, dalam Revolutsionnaya Rossiya, no. 75) bahwa Marxis ortodoks telah mengabaikan masalah petani. Hanya ada satu cara untuk memberantas kebodohan berbahaya macam ini dan itu bisa diakukan dengan mengulang ABC; menyusun pandangan-pandangan Narodnik yang secara konsisten sudah kuno itu, dan beratus bahkan beribu kali menekan bahwa perbedaan yang sesungguhnya di antara kita itu tidak terletak pada soal berhasrat atau tidak berhasrat pada masalah petani, juga tidak terletak pada mengakui atau tidak mengakui masalah petani, tapi terletak pada perbedaan penilaian kita atas gerakan petani dan masalah petani saat ini di Rusia. Dia yang berkata bahwa Marxis mengabaikan masalah petani di Rusia adalah, pertama, seorang pengabai absolut. Sebab seluruh tulisan prinsipil Marcis Rusia, mulai dari tulisan Plekhanov Our Differences (muncul kurang lebih 20 tahun yang lalu), telah mencurahkan tenaga untuk menjelaskan kesalahan pandangan-pandangan kaum Narodnik mengenai masalah petani Rusia. Kedua, dia yang menyatakan bahwa Marcis mangabaikan masalah petani jelas menunjukkan hasratnya untuk menghindari keharusan memberi penilaian yang lengkap atas perbedaan prinsipil yang sesungguhnya, memberi jawaban atas pertanyaan apakah gerakan petani sekarang ini adalah gerakan borjuis atau tidak, apakah gerakan itu secara obyektif diarahkan untuk menghancurkan kelangsungan hidup penghambaan atau tidak.

Kaum Sosialis-Revolusioner tidak pernah memberikan, dan tidak selalu dapat memberikan satu jawaban jelas dan tepat pada masalah itu karena mereka menggapai-gapai tanpa harapan di antara pandangan kuno Narodnik dan pandangan Marxis saat ini mengenai masalah petani di Rusia. Kaum Marxis menyatakan bahwa kaum Sosialis-Revolusioner mewakili pendirian kaum borjuis kecil (mereka adalah ideolog kaum borjuis kecil) dengan alasan yang kuat bahwa mereka tidak dapat membersihkan diri dari ilusi-ilusi kaum borjuis kecil dan bayangan Narodnik dalam menilai gerakan buruh tani.

Itulah sebabnya mengapa kita mengulang ABC sekali lagi. Untuk apakah perjuangan kaum petani di Rusia saat ini? Untuk tanah dan kebebasan. Arti penting apa yang bakal dimiliki oleh seluruh kemenangan gerakan ini? Setelah meraih kemerdekaan, gerakan tersebut akan menghapuskan kekuasaan para tuan tanah dan birokrasi dalam adiminstrasi negara. Setelah berhasil menjaga tanah, gerakan itu akan memberikan tanah para tuan tanah kepada para petani. Akankah kemerdekaan penuh dan perampasan tanah dari para tuan tanah tersebut juga berarti penghapusan produksi komoditi? Tidak, tidak akan. Akankah kemerdekaan penuh dan perampasan tanah tuan tanah tersebut mengganti bentuk pertanian individual dengan bentuk rumah tangga petani atas dasar, tanah komunal, atau tanah yang "disosialkan"? Tidak, tidak akan. Akankah kemerdekaan penuh dan perampasan tanah tuan tanah menjembatani jurang dalam yang memisahkan petani kaya, yang memiliki sekian kuda dan sapi, dari pertanian-cangkulan, buruh harian, misalnya: jurang pemisah antara borjuis petani dengan proletar pedesaan? Tidak, tidak akan! Sebaliknya, makin tuntas sosial-estate (para Tuan Tanah) yang paling tinggi itu dienyahkan dan dilenyapkan maka akan makin dalamlah perbedaan kelas antara borjuis dan proletariat. Apakah yang secara obyektif bakal punya arti dengan adanya kemenangan penuh kebangkitan perlawanan buruh tani? Kemenangan tersebut akan menghilangkan seluruh kelangsungan hidup perhambaan, tetapi sama sekali tidak menghancurkan sistem ekonomi borjuis atau menghancurkan kapitalisme atau menghancurkan pembagian masyarakat ke dalam kelas-kelas – ke dalam golongan kaya dan miskin, borjuis dan proletar. Mengapa gerakan petani saat ini adalah gerakan borjuis-demokratik? Karena setelah menghancurkan kekuasaan birokrasi dan tuan-tuan tanah, gerakan itu akan menyusun sebuah sistem masyarakat demokratik, tapi bagaimanapun juga, itu dilakukan tanpa mengubah pondasi borjuis dari masyarakat demokratis tersebut, tanpa menghapuskan kekuasaan kapital. Bagaimanakah seharusnya buruh berkesadaran kelas, kaum sosialis, memandang gerakan petani saat ini? Ia harus mendukung gerakan ini, menolong petani dalam kondisi yang paling bertenaga, menolong mereka menyingkirkan tuntas segala kekuasaan birokrasi dan kekuasaan tuan-tuan tanah. Bagaimanapun, pada saat yang sama mereka harus menjelaskan kepada para petani bahwa tidak cukup cuma merobohkan kekuasaan birokrasi dan para tuan tanah. Ketika mereka merobohkan kekuasaan birokrasi dan para tuan tanah tersebut, saat itu juga mereka harus bersiap untuk menghapuskan kekuasaan kapital, kekuasaan borjuis, dan untuk maksud ini maka suatu doktrin yang sepenuhnya berwatak sosialis; yaitu Marxist, harus segera disebar, proletariat pedesaan harus dipersatukan, digalang bersama dan diorganisir untuk perjuangan melawan borjuis petani dan semua borjuis Rusia. Dapatkah seorang buruh yang berkesadaran kelas melupakan perjuangan demokratik demi perjuangan sosalis, atau melupakan perjuangan sosialis demi perjuangan demokratik? Tidak, seorang buruh yang berkesadaran kelas akan menyebut dirinya seorang sosial demokrat karena ia memahami kaitan dua perjuangan tersebut. Dia tahu bahwa tidak ada jalan lain yang bisa menyelamatkan jalan menuju sosialisme selain melalui demokrasi, kebebasan politik. Karenanya ia berjuang mencapai demokrasi sepenuhnya dan sekonsisten mungkin untuk mencapai tujuan puncak – sosialisme. Mengapa kondisi untuk perjuangan demokratik tidak sama dengan kondisi untuk perjuangan sosialis? Karena para buruh pekerja pasti akan memiliki sekutu yang berbeda di masing-masing dua perjuangan ini. Perjuangan demokratik dilakukan oleh buruh bersama dengan satu bagian dari borjuis, khususnya borjuis kecil. Di lain pihak, perjuangan sosialis dilakukan oleh buruh pekerja melawan seluruh borjuasi. Perjuangan melawan birokrat dan para tuan tanah dapat dan harus dilakukan bersama-sama dengan seluruh petani, bahkan bersama petani berkecukupan dan petani menengah. Di lain pihak, cuma berjuang bersama proletariat pedesaan sajalah, maka perjuangan melawan borjuis, dan karenanya juga berarti melawan petani berkecukupan, bisa diakukan dengan tepat. Bila kita selalu mengingat semua kebenaran Marxis yang elementer ini, yang oleh kaum Sosialis-Revolusioner selalu lebih suka dihindari, maka kita tak akan punya banyak kesulitan dalam menilai keberatan kaum Sosialis-Revolusioner "yang terakhir" atas Marxisme, seperti berikut ini:

"Mengapa itu perlu?" seruan dalam Revolutsionnaya Rossiya (no. 75), "Pertama mendukung kaum petani secara umum dalam melawan para tuan tanah, dan kemudian (yaitu, pada saat yang sama) mendukung kaum proletar menentang seluruh kaum petani, yang sekaligus sebagai ganti dari tindakan mendukung kaum proletar menentang para tuan tanah; dan apa yang Marxisme harus lakukan setelah itu, hanya surga yang tahu."

Ini adalah titik pandang anarkisme paling primitif, yang naif kekanak-kanakan. Selama berabad-abad dan bahkan ribuan tahun, manusia bermimpi melenyapkan "secara sekaligus" segala bentuk dan jenis penghisapan. Mimpi ini tetap sekedar mimpi sampai jutaan orang di seluruh dunia yang dihisap mulai bersatu untuk melakukan perjuangan konsisten, kokoh dan komprehensif merubah masyarakat kapitalis dalam arahan evolusi masyarakat tersebut yang terjadi secara alamiah. Mimpi-mimpi sosialis beralih menjadi perjuangan sosialis berjuta manusia hanya ketika sosialisme ilmiah Marx berhasil mengkaitkan desakan untuk berubah dengan perjuangan dari suatu kelas tertentu. Di luar perjuangan kelas, sosialisme hanyalah ungkapan kosong dan mimpi naif. Bagaimanapun, di Rusia, dua bentuk perjuangan yang berbeda dari dua kekuatan sosial yang berbeda tengah berlangsung di belakang penglihatan kita. Kaum proletar sedang berjuang melawan borjuasi, dimanapun hubungan-hubungan produksi kapitalis itu ada (dan hubungan produksi kapitalis itu ada – ini patut diketahui kaum revolusioner kita – bahkan dalam komune petani, misalnya: di tanah-tanah yang menurut titik pandang mereka telah seratus persenn "disosialisasikan"). Sedang sebagai bagian dari strata pemilik tanah kecil, borjuis kecil, kaum petani berjuang melawan seluruh kelangsungan hidup perhambaan, melawan birokrat dan para tuan tanah. Hanya mereka yang benar-benar mengabaikan ekonomi politik dan sejarah revolusi-revolusi dunia yang bisa keliru melihat bahwa ini adalah dua perang sosial yang terpisah dan berbeda. Menutup mata terhadap perbedaan perang-perang tersebut dengan cara menuntut suatu gerakan yang "sekaligus" sama saja menyembunyikan kepala di bawah ketiak orang dan menolak membuat analisis realita. Kaum sosialis-revolusioner yang telah kehilangan integritas pandangan-pandangan kuno Narodnik, bahkan telah merupakan ajaran-ajaran Narodnik itu sendiri. Seperti itu-itu juga ditulis dalam Revolutsionnaya Rossiya dalam artikel yang sama: "Dengan menolong kaum petani untuk mengenyahkan tuan tanah, tuan Lenin tanpa sadar sudah membantu berdirinya ekonomi borjuis kecil di atas reruntuhan pertanian kepitalis yang kurang lebih sudah berkembang. Tidakkah ini sebuah "langah mundur" dari titik pandang Marxisme ortodoks?"

Memalukan, saudara-saudara!! Mengapa anda lupa dengan tulisan orang-orang anda sendiri, Mr. V.V.! Periksa tulisannya, Destiny of Capitalism, juga Sketches, tulisan tuan Nikolai-on, [6] dan sumber-sumber lain tentang bijaknya anda. Anda kemudian akan mengingat kembali bahwa pertanian tuan tanah di Rusia itu memadukan dalam dirinya gambaran baik kapitalisme dan pemilikan hamba-hamba. Kemudian anda akan menemukan bahwa terdapat suatu sistem ekonomi yang didasarkan pada sewa buruh, suatu sistem yang langsung mempertahankan sistem kerja tanpa upah. Jika lebih jauh lagi anda mencari pemecahan kesulitan tersebut pada buku macam Marxis ortodoks, seperti volume ke tiga Kapital-nya Marx, [7] anda akan temui bahwa dimanapun tak ada sistem kerja tanpa upah yang berkembang, dan dimanapun sistem itu tak bisa berkembang serta kemudian berubah menjadi pertanian kapitalis kecuali melalui perantaraan pertanian petani borjuis kecil. Dalam usaha anda menghalau Marxisme, anda malah mundur ke metode yang terlalu primitif, metode yang sudah demikian lampau digunakan; pada Marxisme secara langsung anda memberikan satu konsepsi pertanian kapitalis skala besar yang amat dangkal dan aneh melebihi konsep pertanian skala besar dengan dasar sistem kerja tanpa upah. Anda berpendapat bahwa karena hasil pertanian di tanah milik tuan tanah itu lebih tinggi dibandingkan dengan pertanian petani maka perampasan tanah milik tuan tanah adalah suatu langkah yang terbelakang. Argumentasi ini layak dinyatakan oleh seorang anak sekolah dasar kelas 4. Sekedar pertimbangan, Tuan-tuan: memisahkan hasil-rendah tanah petani dari hasil-tinggi perkebunan tuan-tuan tanah ketika perbudakan dihapuskan, tidakkah itu merupakan sebuah "langkah mundur"?

Sistem ekonomi tuan tanah di Rusia saat ini merupakan perpaduan antara ciri-ciri kapitalisme dan pemilikan-perhambaan. Secara obyektif, saat ini perjuangan kaum petani melawan para tuan tanah adalah perjuangan melawan kelangsungan hidup perhambaan. Tapi mencoba menghitung seluruh kasus individual, mempertimbangkan setiap kasusnya dan menentukan secara tepat dengan ukuran skala seorang ahli obat, untuk menemukan kapan berakhirnya masa pemilikan-perhambaan dan kapitalisme dimulai, itu berarti mencoba menganggap Marxis sama dengan sifat teliti dan cermat. Kita tidak bisa menghitung bagian apa dari harga bahan-bahan yang dibeli dari sebuah toko kecil, yang mewakili nilai lebih dan bagian apa dari harga itu yang mewakili penipuan atas kerja buruh, dan sebagainya. Apakah itu berarti kita harus membuang teori nilai kerja, saudara-saudara?

Ekonomi tuan tanah kontemporer memadukan gambaran kapitalisme dan perhambaan. Tetapi dari kenyataan tersebut hanya ilmuwan saja yang bisa berkesimpulan bahwa inilah tugas kita untuk mempertimbangkan, menghitung dan memaparkan tiap menit gambaran dalam katagori sosial ini dan itu. Oleh karenanya hanya kaum utopialah yang dapat berkesimpulan bahwa, "tidak ada kebutuhan" bagi kita untuk melukiskan perbedaan di antara dua perang sosial yang berbeda. Sehingga sebenarnya, satu-satunya kesimpulan sesungguhnya yang muncul adalah bahwa baik dalam program maupun taktik, kita harus memadukan perjuangan proletariat yang sejati melawan kapitalisme dengan perjuangan demokrasi secara umum (dan petani secara umum) melawan penghambaan.

Makin jelas gambaran kapitalis pada ekonomi tuan tanah semifeodal saat ini, maka makin mendesak keharusan untuk mengorganisir proletariat pedesaan secara terpisah, karena ini akan lebih cepat menolong kapitalis sejati atau proletariat sejati, pihak yang berantagonisme ini menegaskan posisi mereka dimanapun perampasan tanah terjadi. Makin jelas gambaran kapitalis dalam ekonomi tuan tanah, makin cepat perebutan yang demokratik memberi dorongan pada perjuangan yang sesungguhnya untuk sosialisme – dan konsekuensinya, makin bahayanya membangun cita-cita palsu revolusi demokratik melalui pemakaian slogan "sosialisasi". Ini adalah kesimpulan yang ditarik dari kenyataan bahwa ekonomi tuan tanah adalah percampuran antara kapitalisme dan hubungan-hubungan pemilikan-perhambaan.

Jadi kita harus menggabungkan perjuangan proletar yang sejati dengan perjuangan petani pada umumnya, tetapi tidak mencampuradukan keduanya. Kita harus mendukung perjuangan demokratik dan perjuangan petani secara umum, tetapi tidak menenggelamkan diri dalam perjuangan yang tak berwatak kelas itu; kita tidak pernah boleh mencita-citakan perjuangan itu dengan slogan-slogan palsu seperti "sosialisasi", atau melupakan kebutuhan untuk mengorganisir kaum proletariat urban dan pedesaan dalam sebuah partai kelas yang sepenuhnya mandiri dari Sosial-Demokrasi. Sambil memberikan dukungan sepenuhnya para demokratisme yang paling kokoh, partai tersebut tidak akan membolehkan dirinya dialihkan dari jalan revolusioner oleh mimpi-mimpi reaksioner dan usaha coba-coba melakukan "persamaan" dalam sistem produksi komoditi. Perjuangan kaum petani melawan para tuan tanah saat ini merupakan sebuah perjuangan revolusioner; perampasan tanah-tanah milik para tuan tanah pada tahap sekarang dari suatu evolusi ekonomi dan politik adalah revolusioner dalam setiap seginya dan kita mendukung serta menjaga tindakan Revolusioner-Demokratik ini. Tapi menyebut tindakan ini adalah "sosialisasi", dan menipu dirinya maupun rakyat dengan mempertimbangkan kemungkinan terjadinya "persamaan" dalam pola penguasaan tanah di bawah sistem produksi komoditi, merupakan utopia kaum borjuis kecil yang reaksioner, pandangan yang kita letakkan pada kaum Sosialis-Reaksioner.

"Nalar Menjadi Anti-Nalar"

Masa di mana kelas kapitalis memihak pada cara pandang yang rasional atas dunia tinggallah kenangan. Dalam epos pembusukan kapitalisme, proses yang semula dijalani kini dijalankan ke arah kebalikannya. Mengutip Hegel, ini adalah "Nalar menjadi Anti-Nalar". Benar bahwa, di negeri-negeri industri maju, agama "resmi" telah membeku. Gereja-gereja tidak lagi didatangi orang yang bersembahyang, dan semakin jatuh ke dalam krisis. Sebagai gantinya, kita melihat satu "wabah Mesir", bertumbuhnya sekte-sekte keagamaan yang aneh-aneh, yang diiringi dengan berkembangnya berbagai jenis ajaran mistis dan segala macam tahyul. Wabah fundamentalisme agama yang mengerikan - Kristen, Yahudi, Islam, Hindu - adalah satu perwujudan dari kemandegan yang dialami masyarakat. Sejalan dengan semakin mendekatnya abad baru, kita dapat mengamati kemunduran yang dahsyat dari masyarakat, kembali ke Abad Kegelapan.

Gejala ini tidak hanya terjadi di Iran, India atau Aljazair. Di Amerika Serikat kita melihat "pembantaian Waco", dan setelah itu, di Swiss, bunuh diri massal yang dilakukan oleh sekelompok orang fanatik beragama lainnya. Di lain-lain negeri barat, kita melihat penyebaran tak terkendali dari berbagai sekte keagamaan, tahyul, astrologi dan segala macam kecenderungan irasional. Di Perancis, terdapat sekitar 36.000 pastor Katolik, dan sekitar 40.000 astrolog profesional yang tercatat sebagai subyek kena pajak. Sampai baru-baru-ini, Jepang nampak sebagai pengecualian terhadap kecenderungan ini. William Rees-Moff, mantan editor dari harian Times di London, dan seorang Konservatif tulen, dalam buku barunya, The Great Reckoning, How the World Will Change in the Depression of the 1990s, menyatakan bahwa: "Bangkitnya kembali agama adalah sesuatu yang sedang terjadi di seluruh dunia, dengan berbagai tingkatannya. Jepang mungkin merupakan pengecualian, mungkin karena tatanan sosial belumlah menunjukkan tanda-tanda keretakan di sana...."[iii] Rees-Mogg berbicara terlalu lekas. Dua tahun setelah kalimat itu dituliskan, serangan gas yang mengerikan di jalur kereta bawah tanah Tokyo menarik perhatian dunia akan keberadaan satu kelompok keagamaan fanatik yang cukup besar, di mana krisis ekonomi telah menamatkan masa-masa keemasan tanpa pengangguran dan ketidakstabilan sosial. Semua gejala ini mengandung satu kemiripan yang luar biasa dengan apa yang terjadi di masa-masa setelah semakin memudarnya pengaruh kekaisaran Roma. Jangan juga ada yang membantah bahwa gejala ini hanya terbatas pada rakyat jelata. Ronald dan Nancy Reagan secara teratur berkonsultasi dengan para astrolog mengenai tindakan-tindakan mereka, baik yang besar maupun yang kecil. Di bawah ini adalah kutipan dari buku Donald Regan, For the Record:

"Hampir setiap pergerakan dan keputusan besar yang diambil Reagan selama masa saya menjabat sebagai kepala staf Gedung Putih terlebih dahulu diperbincangkan dengan seorang perempuan di San Fransisco yang melihat horoskop untuk memastikan bahwa semua planet terletak dalam posisi yang menguntungkan untuk mendukung keberhasilan keputusan tersebut. Nancy Reagan kelihatannya memiliki kepercayaan mutlak kepada kekuatan supernatural dari perempuan ini, yang telah meramalkan bahwa "sesuatu" yang buruk akan terjadi pada presiden beberapa waktu menjelang percobaan pembunuhan terhadapnya di tahun 1981.

"Sekalipun saya belum pernah bertemu muka dengan peramal ini - Ny. Reagan selalu menyampaikan hasil peramalannya setelah ia berkonsultasi dengan peramal itu melalui telepon - perempuan itu telah menjadi faktor yang demikian khusus bagi kerja-kerja saya, dan dalam urusan-urusan negara yang tertinggi, saya menyimpan satu kalender yang diberi kode berwarna (hari "baik" dengan warna hijau, hari "buruk" dengan warna merah, dan hari "yang tidak jelas" dengan warna kuning) sebagai pegangan untuk menjadwalkan perjalanan presiden Amerika Serikat dari satu tempat ke tempat yang lain, atau untuk menjadwalkan pidatonya, atau menjadwalkan negosiasi dengan pemerintah-pemerintah asing.

"Sebelum saya tiba di Gedung Putih, Mike Deaver telah menjadi orang yang mengintegrasikan horoskop Ny. Reagan ke dalam jadwal kepresidenan.... Hasil dari kerahasiaan dan loyalitasnyalah sehingga hanya sedikit orang di Gedung Putih yang tahu bahwa Ny. Reagan adalah bagian dari problem mereka [ketika menunggu jadwal] - lebih sedikit lagi yang tahu bahwa seorang peramal di San Fransisco adalah penentu sejati dari jadwal kepresidenan. Deaver memberitahu saya bahwa ketergantungan Ny. Reagan terhadap kultus ini sudah berjalan lama, sejak suaminya masih menjadi Gubernur Negara Bagian, ketika itu ia menyandarkan diri pada peramalan dari Jeane Dixon yang terkenal itu. Belakangan ia kehilangan kepercayaan pada kekuatan ramalan Dixon. Tapi Ibu Negara kelihatannya memiliki kepercayaan mutlak pada bakat supranatural dari perempuan di San Fransisco itu. Dan kelihatannya Deaver telah berhenti berpikir bahwa ada sesuatu yang istimewa dalam garis komando yang mengambang ini.... Baginya hal itu hanyalah satu masalah kecil dalam kehidupan seorang hamba dari seorang besar. 'Setidaknya,' katanya, 'peramal yang ini tidaklah seaneh yang terdahulu.'"

Astrologi digunakan untuk merencanakan pertemuan puncak antara Reagan dan Gorbachev, sesuai dengan apa yang dikatakan oleh peramal keluarga istana, tapi tidak semua hal berjalan mulus antara kedua Ibu Negara karena hari lahir Raisa Gorbachev tidaklah diketahui! Pergerakan ke arah "ekonomi pasar bebas" di Rusia sejak itu telah menebarkan berkah peradaban kapitalis di negeri sial itu - pengangguran massal, disintegrasi sosial, pelacuran, mafia, tingkat kejahatan yang mencapai rekornya, penyalahgunaan obat-obatan dan agama. Baru-baru ini baru diketahui bahwa Yeltsin sendiri juga berkonsultasi dengan para astrolog. Dalam hal ini juga, kelas kapitalis yang baru lahir di Rusia telah menunjukkan dirinya sebagai murid-murid yang setia dari para guru mereka di Barat.

Rasa kehilangan arah dan pesimisme menemukan cerminannya dalam segala macam cara, tidak harus selalu dalam bidang politik. Irasionalitas yang mendominasi ini bukanlah satu kebetulan belaka. Semua itu adalah cerminan psikologis atas satu dunia di mana nasib umat manusia dikendalikan oleh satu kekuatan yang mengerikan dan nampaknya tak dapat terpecahkan. Lihatlah apa yang terjadi ketika kepanikan melanda bursa saham, di mana orang-orang "terhormat" berlari-lari seperti apa yang dilakukan semut ketika sarangnya dibongkar paksa. Kejang-kejang ekonomi periodik yang menggebah terjadinya kepanikan ini adalah satu penggambaran yang amat jelas mengenai anarki di dalam sistem kapitalisme. Dan anarki inilah yang menentukan hidup dari jutaan manusia. Kita kini hidup dalam sebuah masyarakat yang sedang terjun ke dalam jurang. Bukti-bukti pembusukan itu terjadi di mana-mana. Kaum reaksioner konservatif berkeluh-kesah tentang runtuhnya nilai-nilai keluarga dan wabah penyalahgunaan obat, kejahatan, kekerasan yang biadab, dan lain-lain. Jawaban satu-satunya yang dapat mereka berikan adalah dengan meningkatkan penindasan negara - lebih banyak polisi, lebih banyak penjara, jenis-jenis penghukuman yang lebih keras, bahkan satu penyelidikan genetik terhadap apa yang digembar-gemborkan sebagai "tipe-tipe kriminal". Apa yang tidak dapat dan tidak mau mereka lihat adalah bahwa gejala-gejala ini hanyalah indikasi dari jalan buntu yang dihadapi oleh sistem sosial yang mereka bela.

Mereka adalah pula para pembela "kekuatan pasar", kekuatan irasional yang kini telah memenjarakan jutaan orang ke dalam pengangguran. Mereka adalah juga para pengkotbah perekonomian "sisi suplai", yang didefinisikan secara cerdas oleh John Galbraith sebagai teori bahwa kaum miskin memiliki terlalu banyak uang dan kaum kaya memiliki terlalu sedikit. Maka, "moralitas" yang berlaku sekarang ini adalah moralitas pasar, yakni, moralitas rimba. Kemakmuran masyarakat semakin terkumpul di segelintir tangan, yang juga jumlahnya semakin menyusut, sekalipun kita terus mendengar propaganda tak masuk nalar tentang "demokrasi kepemilikan" dan "yang kecil itu indah". Kita seharusnya kini sedang hidup di tengah demokrasi. Tapi segelintir bank besar, monopoli dan para spekulan bursa saham (biasanya orangnya itu-itu juga) adalah penentu nasib jutaan orang lainnya. Minoritas mini ini menguasai alat-alat yang dahsyat untuk memanipulasi pendapat publik. Mereka menguasai monopoli atas alat komunikasi, pers, radio dan televisi. Lalu masih ada lagi para polisi spiritual - gereja, yang selama puluhan generasi telah mengajar orang untuk mencari keselamatan di langit.