Friday, December 22, 2006

"Nalar Menjadi Anti-Nalar"

Masa di mana kelas kapitalis memihak pada cara pandang yang rasional atas dunia tinggallah kenangan. Dalam epos pembusukan kapitalisme, proses yang semula dijalani kini dijalankan ke arah kebalikannya. Mengutip Hegel, ini adalah "Nalar menjadi Anti-Nalar". Benar bahwa, di negeri-negeri industri maju, agama "resmi" telah membeku. Gereja-gereja tidak lagi didatangi orang yang bersembahyang, dan semakin jatuh ke dalam krisis. Sebagai gantinya, kita melihat satu "wabah Mesir", bertumbuhnya sekte-sekte keagamaan yang aneh-aneh, yang diiringi dengan berkembangnya berbagai jenis ajaran mistis dan segala macam tahyul. Wabah fundamentalisme agama yang mengerikan - Kristen, Yahudi, Islam, Hindu - adalah satu perwujudan dari kemandegan yang dialami masyarakat. Sejalan dengan semakin mendekatnya abad baru, kita dapat mengamati kemunduran yang dahsyat dari masyarakat, kembali ke Abad Kegelapan.

Gejala ini tidak hanya terjadi di Iran, India atau Aljazair. Di Amerika Serikat kita melihat "pembantaian Waco", dan setelah itu, di Swiss, bunuh diri massal yang dilakukan oleh sekelompok orang fanatik beragama lainnya. Di lain-lain negeri barat, kita melihat penyebaran tak terkendali dari berbagai sekte keagamaan, tahyul, astrologi dan segala macam kecenderungan irasional. Di Perancis, terdapat sekitar 36.000 pastor Katolik, dan sekitar 40.000 astrolog profesional yang tercatat sebagai subyek kena pajak. Sampai baru-baru-ini, Jepang nampak sebagai pengecualian terhadap kecenderungan ini. William Rees-Moff, mantan editor dari harian Times di London, dan seorang Konservatif tulen, dalam buku barunya, The Great Reckoning, How the World Will Change in the Depression of the 1990s, menyatakan bahwa: "Bangkitnya kembali agama adalah sesuatu yang sedang terjadi di seluruh dunia, dengan berbagai tingkatannya. Jepang mungkin merupakan pengecualian, mungkin karena tatanan sosial belumlah menunjukkan tanda-tanda keretakan di sana...."[iii] Rees-Mogg berbicara terlalu lekas. Dua tahun setelah kalimat itu dituliskan, serangan gas yang mengerikan di jalur kereta bawah tanah Tokyo menarik perhatian dunia akan keberadaan satu kelompok keagamaan fanatik yang cukup besar, di mana krisis ekonomi telah menamatkan masa-masa keemasan tanpa pengangguran dan ketidakstabilan sosial. Semua gejala ini mengandung satu kemiripan yang luar biasa dengan apa yang terjadi di masa-masa setelah semakin memudarnya pengaruh kekaisaran Roma. Jangan juga ada yang membantah bahwa gejala ini hanya terbatas pada rakyat jelata. Ronald dan Nancy Reagan secara teratur berkonsultasi dengan para astrolog mengenai tindakan-tindakan mereka, baik yang besar maupun yang kecil. Di bawah ini adalah kutipan dari buku Donald Regan, For the Record:

"Hampir setiap pergerakan dan keputusan besar yang diambil Reagan selama masa saya menjabat sebagai kepala staf Gedung Putih terlebih dahulu diperbincangkan dengan seorang perempuan di San Fransisco yang melihat horoskop untuk memastikan bahwa semua planet terletak dalam posisi yang menguntungkan untuk mendukung keberhasilan keputusan tersebut. Nancy Reagan kelihatannya memiliki kepercayaan mutlak kepada kekuatan supernatural dari perempuan ini, yang telah meramalkan bahwa "sesuatu" yang buruk akan terjadi pada presiden beberapa waktu menjelang percobaan pembunuhan terhadapnya di tahun 1981.

"Sekalipun saya belum pernah bertemu muka dengan peramal ini - Ny. Reagan selalu menyampaikan hasil peramalannya setelah ia berkonsultasi dengan peramal itu melalui telepon - perempuan itu telah menjadi faktor yang demikian khusus bagi kerja-kerja saya, dan dalam urusan-urusan negara yang tertinggi, saya menyimpan satu kalender yang diberi kode berwarna (hari "baik" dengan warna hijau, hari "buruk" dengan warna merah, dan hari "yang tidak jelas" dengan warna kuning) sebagai pegangan untuk menjadwalkan perjalanan presiden Amerika Serikat dari satu tempat ke tempat yang lain, atau untuk menjadwalkan pidatonya, atau menjadwalkan negosiasi dengan pemerintah-pemerintah asing.

"Sebelum saya tiba di Gedung Putih, Mike Deaver telah menjadi orang yang mengintegrasikan horoskop Ny. Reagan ke dalam jadwal kepresidenan.... Hasil dari kerahasiaan dan loyalitasnyalah sehingga hanya sedikit orang di Gedung Putih yang tahu bahwa Ny. Reagan adalah bagian dari problem mereka [ketika menunggu jadwal] - lebih sedikit lagi yang tahu bahwa seorang peramal di San Fransisco adalah penentu sejati dari jadwal kepresidenan. Deaver memberitahu saya bahwa ketergantungan Ny. Reagan terhadap kultus ini sudah berjalan lama, sejak suaminya masih menjadi Gubernur Negara Bagian, ketika itu ia menyandarkan diri pada peramalan dari Jeane Dixon yang terkenal itu. Belakangan ia kehilangan kepercayaan pada kekuatan ramalan Dixon. Tapi Ibu Negara kelihatannya memiliki kepercayaan mutlak pada bakat supranatural dari perempuan di San Fransisco itu. Dan kelihatannya Deaver telah berhenti berpikir bahwa ada sesuatu yang istimewa dalam garis komando yang mengambang ini.... Baginya hal itu hanyalah satu masalah kecil dalam kehidupan seorang hamba dari seorang besar. 'Setidaknya,' katanya, 'peramal yang ini tidaklah seaneh yang terdahulu.'"

Astrologi digunakan untuk merencanakan pertemuan puncak antara Reagan dan Gorbachev, sesuai dengan apa yang dikatakan oleh peramal keluarga istana, tapi tidak semua hal berjalan mulus antara kedua Ibu Negara karena hari lahir Raisa Gorbachev tidaklah diketahui! Pergerakan ke arah "ekonomi pasar bebas" di Rusia sejak itu telah menebarkan berkah peradaban kapitalis di negeri sial itu - pengangguran massal, disintegrasi sosial, pelacuran, mafia, tingkat kejahatan yang mencapai rekornya, penyalahgunaan obat-obatan dan agama. Baru-baru ini baru diketahui bahwa Yeltsin sendiri juga berkonsultasi dengan para astrolog. Dalam hal ini juga, kelas kapitalis yang baru lahir di Rusia telah menunjukkan dirinya sebagai murid-murid yang setia dari para guru mereka di Barat.

Rasa kehilangan arah dan pesimisme menemukan cerminannya dalam segala macam cara, tidak harus selalu dalam bidang politik. Irasionalitas yang mendominasi ini bukanlah satu kebetulan belaka. Semua itu adalah cerminan psikologis atas satu dunia di mana nasib umat manusia dikendalikan oleh satu kekuatan yang mengerikan dan nampaknya tak dapat terpecahkan. Lihatlah apa yang terjadi ketika kepanikan melanda bursa saham, di mana orang-orang "terhormat" berlari-lari seperti apa yang dilakukan semut ketika sarangnya dibongkar paksa. Kejang-kejang ekonomi periodik yang menggebah terjadinya kepanikan ini adalah satu penggambaran yang amat jelas mengenai anarki di dalam sistem kapitalisme. Dan anarki inilah yang menentukan hidup dari jutaan manusia. Kita kini hidup dalam sebuah masyarakat yang sedang terjun ke dalam jurang. Bukti-bukti pembusukan itu terjadi di mana-mana. Kaum reaksioner konservatif berkeluh-kesah tentang runtuhnya nilai-nilai keluarga dan wabah penyalahgunaan obat, kejahatan, kekerasan yang biadab, dan lain-lain. Jawaban satu-satunya yang dapat mereka berikan adalah dengan meningkatkan penindasan negara - lebih banyak polisi, lebih banyak penjara, jenis-jenis penghukuman yang lebih keras, bahkan satu penyelidikan genetik terhadap apa yang digembar-gemborkan sebagai "tipe-tipe kriminal". Apa yang tidak dapat dan tidak mau mereka lihat adalah bahwa gejala-gejala ini hanyalah indikasi dari jalan buntu yang dihadapi oleh sistem sosial yang mereka bela.

Mereka adalah pula para pembela "kekuatan pasar", kekuatan irasional yang kini telah memenjarakan jutaan orang ke dalam pengangguran. Mereka adalah juga para pengkotbah perekonomian "sisi suplai", yang didefinisikan secara cerdas oleh John Galbraith sebagai teori bahwa kaum miskin memiliki terlalu banyak uang dan kaum kaya memiliki terlalu sedikit. Maka, "moralitas" yang berlaku sekarang ini adalah moralitas pasar, yakni, moralitas rimba. Kemakmuran masyarakat semakin terkumpul di segelintir tangan, yang juga jumlahnya semakin menyusut, sekalipun kita terus mendengar propaganda tak masuk nalar tentang "demokrasi kepemilikan" dan "yang kecil itu indah". Kita seharusnya kini sedang hidup di tengah demokrasi. Tapi segelintir bank besar, monopoli dan para spekulan bursa saham (biasanya orangnya itu-itu juga) adalah penentu nasib jutaan orang lainnya. Minoritas mini ini menguasai alat-alat yang dahsyat untuk memanipulasi pendapat publik. Mereka menguasai monopoli atas alat komunikasi, pers, radio dan televisi. Lalu masih ada lagi para polisi spiritual - gereja, yang selama puluhan generasi telah mengajar orang untuk mencari keselamatan di langit.

No comments: