Tuesday, March 20, 2007

Putin Berkuasa, Media Massa Rusia Teraniaya

Tigaratus perkara hukum. 13 orang wartawan dibunuh. Semua saluran televisi dikendalikan. Tak ada lagi kebebasan pers. Itulah yang terjadi di Rusia. Dalam tujuh tahun kekuasaannya, Vladimir Putin telah membuat media di Rusia teraniaya.

Agustus 1999
Keteraniayaan pertama media Rusia di bawah Putin dimulai langsung begitu dia dilantik menjadi presiden, Agustus 1999. Para jurnalis yang akan ke Chechnya, lagi-lagi harus berhadapan dengan serdadu Rusia, dan acapkali dipersulit. Mereka sukar masuk ke Chechnya. Bahkan diancam. Para jurnalis televisi terus menerus dihambat untuk bisa menayangkan bahan-bahan liputannya.

"Itu akibat langsung keputusan yang terencana," ujar Oleg Panfilov, dalam sebuah wawancara telpon. Panfilov adalah direktur Pusat Jurnalistik Urusan Hal-hal Ekstrim di Moskow. "Pada September 2000 Putin menandatangani sebuah dokumen penting, yakni Doktrin Penerangan Keamanan. Dalam doktrin itu dirumuskan, banyak hal harus mengacu pada media pemerintah. Enam tahun kemudian, kita melihat banyak kebiasaan zaman propaganda Soviet kembali ke media Rusia. Semua saluran televisi nasional, jumlahnya lima, diawasi dan dikendalikan pemerintah.

Yang disembunyikan
Menjawab pertanyaan apa yang disembunyikan Kremlin, Panfilov berterus terang: "Perang di Chechnya yang masih terus berlangsung. Korupsi. Dan kenyataan Rusia samasekali tidak menuju ke sebuah negara demokratis dan beradab. Dan lebih jauh, perilaku Putin sebagai mantan intel KGB, yang samasekali tidak suka pada pendapat yang berbeda."

Lembaga Panfilov belum lama ini meneliti siaran-siaran berita televisi saluran nasional. "93 persen informasi menyangkut presiden, ihwal partainya Partai Rusia Bersatu, dan mengenai pemerintah," ujar Panfilov.

Meski demikian, berita-berita di lima saluran mengenai pembunuhan Anna Politkovskaya, salah satu jurnalis merdeka Rusia yang terakhir, cukup lengkap dan luas. "Tetapi setelah dua hari, segalanya kembali sebagaimana biasa. Tak ada berita lagi mengenai Politkovskaya, kecuali pada hari ketiga. Yakni saat muncul pernyataan yang aneh dari Putin ketika ia berkunjung ke Jerman."

Panfilov tidak percaya bahwa pembunuhan Politkovskaya akan diusut sampai tuntas. "Itu hanya satu dari 13 pembunuhan para jurnalis. Bahkan pembunuhan wartawati dari Kalmukse, Larissa Yudina, tidak pernah jelas siapa dalangnya."

Anna Politkovskaya bekerja pada salah satu suratkabar mandiri di Rusia, yakni harian Novaya Gazeta. Dalam sebuah wawancara dengan Radio Nederland pada awal 2005, Politkovskaya memaparkan, bahwa surat kabarnya menjadi penampung dan harapan terakhir bagi para jurnalis merdeka. Tapi suratkabar itu miskin. Tidak bisa menampung semua jurnalis yang dipecat gara-gara medianya terkena sensor. Dengan demikian, bekerja di Novaya Gazeta mengundang bahaya. Politkovskaya adalah wartawan kelima koran Novaya Gazeta yang dibunuh.

Terancam lenyap
Menurut Panfilov, pembunuhan Politkovskaya mengakibatkan amarah amat sangat di banyak kalangan. Pada hari Kamis terbit sebuah suratkabar khusus, dengan bantuan dan dukungan para jurnalis dalam dan luar negeri. Bakan Panfilov berharap ada dampaknya bagi perubahan dalam pengurusan perkara pembunuhan tersebut. "Sikap kewartawanan masa kini harus memahami, jika tekanan Kremlin dibiarkan, maka semua media yang mandiri di Rusia akan terancam bakal lenyap." Demikian Panfilov.

Sementara ini warga Rusia bisa mendapatkan informasi mandiri lewat internet. Misalnya dari situs www.gazeta.ru dan www.lenta.ru. Tetapi sayang, demikian menurut Panfilov, hanya 12 persen warga Rusia yang bisa membuka internet. Dan hanya 2 sampai 3 persen penduduk yang berniat mencari informasi politik. Meskipun jumlahnya sekecil itu, cari informasi bebas lewat internet pun sudah diancam. Di kalangan kekuasaan sudah disebut-sebut pengawasan atas situs-situs web. Mereka tahu dan sadar, Revolusi Oranye di Ukrania pada 2004 menjadi matang dan dipercepat karena penyebarluasan informasi lewat internet.(sumber:rnl)

Membuka Mata Kehidupan Sehari-hari di Korea Utara

Jika Korea Utara muncul dalam pemberitaan, maka itu biasanya soal senjata nuklir atau bencana alam dan kelaparan. Selanjutnya, kita nyaris tidak mendengar berita lain dari negara yang sangat tertutup ini. Misalnya, bagaimana bentuk kehidupan sehari-hari di negeri ini? Bagaimana pendapat warga Korea Utara mengenai negeri mereka dan masa depan mereka? Jaap Timmer adalah Ketua Palang Merah Internasional di Korea Utara, dan sudah tinggal di sana selama dua setengah tahun. Ia menceritakan pengalaman tinggal di negeri yang sangat menutup diri ini.

Negara poros setan
George W. Bush: Penguasa Korea Utara mempersenjatai diri dengan senjata pemusnah massal, sementara itu membiarkan rakyatnya kelaparan. Negara seperti ini, dan sekutu-sekutu mereka, merupakan poros setan. Mempersenjatai diri untuk mengancam perdamaian dunia.

Dalam pidatonya itu, Presiden Amerika Serikat George W. Bush menempatkan Korea Utara bersama Irak dan Iran, sebagai negara-negara anggota poros setan. Menurut Bush, negara yang sibuk membuat senjata nuklir, dan tidak perduli nasib rakyatnya, adalah negara jahat.

Program pengembangan nuklir Korea Utara sejauh ini selalu menjadi ganjalan pelik, dan setiap kali kembali menghangat. Pekan ini, Amerika, Cina dan Jepang, kembali membicarakan kemungkinan penghentian program nuklir Korea Utara.

Rasa kebersamaan
Jaap Timmer adalah Kepala Palang Merah Internasional di Korea Utara. Ia mengakui standar hidup di Korea Utara memang sangat rendah. Tapi Timmer tidak bisa mengatakan apakah orang menderita kelaparan. Yang jelas negeri tersebut menghadapi kekurangan obat-obatan dasar. Dan banyak orang tidak bisa menikmati air minum bersih.

Kendati demikian, menurut Timmer, masyarakat bisa menerima keadaan sulit seperti ini. Padahal tersedia banyak dana untuk bidang pertahanan. Korea Utara menganggap dirinya masih dalam keadaan perang dengan Amerika. Selama ini pemerintah Korea Utara merasa telah menghadapi dengan baik Amerika Serikat.

Jaap Timmer: "Mereka bangga atas negeri sendiri, pemimpin serta politik mereka dan ingin menjadi negara kesatuan. Penting bagi mereka untuk berpendapat sama. Ini membuat mereka kuat, dan itulah yang dirasakan. Dan itu juga betul. Jarang muncul diskusi apabila perlu dilakukan sesuatu. Misalnya kalau diputuskan untuk memperbaiki jalan, maka semua orang cepat membantu. Itu sangat efektif."

Lain dari yang sejauh ini diberitakan tentang Korea Utara, yaitu negara yang tidak dapat dipercaya dan suka berubah pikiran, Jaap Timmer malah berpendapat bahwa negeri tersebut, berkat rasa kebersamaan itu, sangat tegas dan melakukan apa yang dikatakannya.

Ideologi Juche
Keinginan membentuk kesatuan dan membatasi kebebasan individu telah menjadi kebijakan di Korea Utara. Dalam apa yang disebut ideologi Juche, yakni komunisme versi Korea Utara, orang menginginkan suatu masyarakat yang mencukupi kebutuhan sendiri yang hanya bisa dicapai melalui rasa kebersamaan besar.

Dalam hidup sehari-hari, ideologi Juche berdampak besar. Kebebasan pribadi sangat dibatasi: orang misalnya tidak boleh bepergian secara leluasa, dan tidak seorang pun diijinkan keluar atau masuk ibukota. Rekan-rekan Jaap Timmer di Korea Utara tidak boleh bepergian sendiri. Apabila Palang Merah ingin mengirim orang untuk ikut kursus tertentu, maka ia harus ditemani, sehingga mereka bisa saling mengamati. Demikian ujar Timmer.

Penghubung
Pengucilan ini sedemikian besar, sehingga disusun pelbagai sistem rumit untuk menghindari kontak dengan luar negeri.

Jaap Timmer: "Saya punya dua telpon di kantor saya. Satu untuk sambungan internasional, dan satu untuk pelbagai departemen. Tapi saya tidak bisa bebas menelpon kalangan dalam negeri. Perhimpunan nasional punya pesawat telpon untuk menelpon dalam negeri, tapi tidak ada sambungan telpon internasional. Sama halnya dengan internet. Mereka tengah membangun apa yang disebut sistem intranet, tapi tidak ada kontak langsung dengan web internasional. Orang asing punya kontak langsung dengan web internasional, tapi tidak bisa masuk ke situasi dalam negeri dan sebaliknya."

Menurut Jaap Timmer, sebagai organisasi internasional, Palang Merah berfungsi sebagai penghubung. Rekan-rekannya dari Korea Utara menghindari kontak terlalu banyak dengan orang asing, karena itu mencurigakan dan berbahaya. Kendati demikian, kebanyakan warga Korea sangat ingin tahu kisah-kisahnya tentang dunia luar. Terutama di kantornya Jaap Timmer bersama rekannya saling berbagi pengalaman, selama yang dibahas bukan pemimpin atau politik. Tapi rata-rata warga Korea toh tidak punya pendapat tentang itu.