Tuesday, November 28, 2006

Cash Flow Material dan Cash Flow Spiritual

" The economist, like everyone else, must concern himself with the ultimate aims of man," Alfred Marshall

Seorang pelajar ilmu bisnis pernah ditanya oleh pimpinan Asosiasi Pedagang Kaki Lima Indonesia tentang cara menghitung laba bersih bagi suatu usaha kecil. Pelajar tersebut menjawab: Kurangi saja total pendapatan yang kita peroleh dengan semua biaya operasi (biaya variabel dan biaya tetap) lalu kurangi lagi dengan zakat, dan terakhir kurangi lagi dengan pajak, maka akan diperoleh angka laba bersih. Namun yang bertanya langsung menanggapi dengan polos: Mengapa zakat dalam perhitungan tersebut mengurangi laba bersih? Bukankah Allah SWT sudah berjanji dalam al-Quran bahwa dengan membayar zakat, keuntungan kita akan terus tumbuh -- seperti arti harfiah dari zakat itu sendiri -- hingga 7, 70, bahkan 700 kali nilai nominal zakat yang kita telah bayarkan? Dengan demikian seharusnya zakat itu menambah, dan bukan mengurangi laba bersih kita. Lama sang pelajar terdiam.

Cash flow adalah padanan kata dari "aliran kas", sebuah istilah yang sering digunakan dunia usaha dan ekonomi untuk menyatakan pergerakan uang masuk (cash inflow) dan uang keluar (cash outflow) dari sebuah perusahaan, negara atau bahkan rumah tangga. Uang dalam perekonomian dunia saat ini menjadi representasi dari nilai kekayaan. Pergerakan uang dalam sebuah perusahaan, negara atau rumah tangga adalah seperti peredaran darah dalam tubuh manusia. Pertama, kehadirannya yang memungkinkan tubuh dapat beraktivitas. Demikian pula uang, dengan kehadirannya kita dapat melakukan kebaikan atau bahkan kerusakan di muka bumi. Semakin banyak uang kita miliki, tentu semakin besar peluang kita untuk berbuat kebaikan atau kerusakan tersebut. Kedua, distribusinya yang jika tidak normal dapat menyebabkan penyakit yang dirasakan seluruh bagian tubuh. Tak heran, Allah SWT memerintahkan agar harta kekayaan dalam masyarakat tidak boleh beredar hanya di kalangan tertentu saja, melainkan harus terdistribusi secara adil ke semua lapisan masyarakat. Dengan demikian penyakit sosial tidak akan menimpa kalangan kaya maupun miskin dalam masyarakat tersebut.

Ada prinsip yang sangat menarik di dalam Islam, yaitu harta kekayaan yang kita miliki di dunia harus dapat dipertanggungjawabkan dari dua
sisi: dari mana kita peroleh (cash inflow) dan ke mana kita belanjakan (cash outflow). Prinsip ini dapat kita kembangkan menjadi dasar pengelolaan kekayaan baik dalam rumah tangga, perusahaan, ataupun negara. Prinsip yang tidak hanya memperhatikan aspek kuantitas/jumlah dari kekayaan yang memang penting, melainkan juga kualitas dari cara memperoleh dan cara penggunaan kekayaan tersebut. Kualitas cara memperoleh dan cara penggunaan kekayaan akan sangat mempengaruhi kualitas dari pertumbuhan dan perkembangan suatu rumah tangga, perusahaan, atau negara. Lalu apa ukuran kualitas itu? Mudah saja, yang pertama halal, yang kedua thayib (baik). Yang tidak mudah adalah bersikap konsisten terhadap yang halal, serta inovatif dalam memperoleh dan menggunakan kekayaan pada hal yang thayib. Dengan prinsip seperti ini, kita dapat membuat kategori cash flow material dan cash flow spiritual.

Kembali pada cerita di atas, jawaban sang pelajar tentang perhitungan laba bersih tersebut adalah logika cash flow material, sedangkan komentar sang penanya adalah logika cash flow spiritual. Keduanya kita perlukan, dan sebenarnya tidak bertentangan. Logika cash flow material diperlukan untuk mencatat, menganalisis, dan mengevaluasi hasil usaha di masa lalu, sehingga kita akan lebih mudah membuat perencanaan ke depan secara rasional. Cash flow material juga berguna untuk membantu kita berkompetisi atau bekerja sama secara sehat dengan perusahaan atau negara lain dalam memperoleh keuntungan. Sedangkan cash flow spiritual adalah keyakinan sekaligus logika yang menjadi dasar setiap pengambilan keputusan kita dalam usaha, baik dalam lingkup perusahaan, negara, atau bahkan rumah tangga.

Keyakinan dan logika bahwa Allah selalu hadir dalam setiap aktivitas kita dan memberikan ganjaran bagi setiap kebaikan yang kita usahakan sekecil apapun itu. Keyakinan dan logika bahwa Allah adalah subjek yang aktif memberikan rezeki kepada kita dari jalan yang tidak kita sangka-sangka. Menggunakan istilah Adam Smith, Allah adalah the invisible hand/tangan gaib dalam perekonomian kita. Hanya saja logika cash flow spiritual berlaku terbalik. Adam Smith mengajarkan bila kita ingin memakmurkan masyarakat, maka berilah kesempatan seluas-luasnya kepada individu untuk menumpuk kekayaan, maka nanti akan ada invisible hand yang akan membuat masyarakat otomatis menjadi makmur. Itulah mekanisme pasar bebas.

Sedangkan cash flow spiritual di dalam Islam mengajarkan bila setiap individu ingin menjadi makmur, maka berusahalah selalu untuk beramal saleh memakmurkan masyarakat, nanti akan ada Allah sebagai the invisible hand yang akan memakmurkan masing-masing dari kita dari jalan yang tidak kita sangka-sangka. Dapat dikatakan bahwa cash flow material hanyalah alat atau instrumen bagi cash flow spiritual. Ada dua dimensi dari cash flow spiritual, dimensi kausalitas (sebab akibat) dan dimensi pertumbuhan.

Dimensi kausalitas
Perhitungan pendapatan nasional dengan indikator utama GNP/Produk Nasional Bruto, yang hingga saat ini digunakan semua negara di dunia, memiliki banyak keterbatasan. Salah satunya adalah bahwa GNP tidak membedakan antara pendapatan yang diperoleh dari aktivitas judi dan aktivitas riset ilmu pengetahuan, tidak membedakan antara pendapatan dari penjualan senjata untuk perang dan penjualan hak cipta buku, antara pendapatan jasa medis para dokter dengan aktivitas spekulatif para pialang saham. Dengan demikian dari manapun sumber pendapatan tersebut (cash inflow), yang penting bagi negara adalah nilai GNP tersebut semakin tinggi, dengan demikian pertumbuhan ekonomi juga tinggi dan kemudian diasumsikan masyarakat menjadi lebih makmur. Tidak peduli pendapatan tersebut bersumber dari aktivitas yang tidak halal, atau bersumber dari sektor ekonomi yang tidak mendorong kemajuan ilmu pengetahuan, moral bekerja keras, dan akhlak masyarakat yang baik.

Pertumbuhan ekonomi yang tinggi dipercaya dapat merangsang peningkatan pendapatan di masa mendatang (efek berganda). Logika seperti ini juga pada akhirnya diterapkan dalam lingkup suatu perusahaan atau bahkan rumah tangga. Bagaimana mengembangkan sebuah perusahaan atau sebuah rumah tangga, mengikuti pola logika pertumbuhan GNP tersebut pada lingkup negara.

Sedangkan logika cash flow spiritual sangat memperhatikan kualitas sumber pendapatan. Cash inflow yang diperoleh dari sumber yang halal dan baik akan otomatis digunakan pada hal-hal yang halal dan baik pula, demikian sebaliknya. Inilah dimensi kausalitas tersebut. Uang dari hasil korupsi sulit diharapkan untuk dibelanjakan kepada hal-hal yang positif mendukung kemajuan masyarakat. Pendapatan perusahaan yang bersumber dari aktivitas perjudian, pelacuran, dan minuman keras, akan menyulitkan para direktur dan manajer perusahaan tersebut untuk membina keluarga sakinah di tempatnya masing-masing. Pendapatan nasional yang strukturnya lebih banyak diberikan kontribusi oleh kegiatan pungutan liar, sogok, dan suap, akan menyulitkan negara tersebut untuk mengembangkan kualitas manusianya untuk dapat kompetitif di dunia, dan untuk membina masyarakatnya menjadi cerdas dan aman dalam berkah Allah.

Dengan demikian, logika cash flow spiritual akan memotivasi setiap kepala keluarga, pimpinan perusahaan dan pemerintah suatu negara untuk secara cerdas mencari sumber pendapatan bagi organisasinya, sedemikian rupa sehingga memberi peluang kepada organisasi tersebut dan semua individu di dalamnya untuk hidup dan berkembang secara baik, dari segi fisik, mental, dan intelektual.

Dimensi pertumbuhan
Bila uang yang kita miliki dalam rumah tangga, perusahaan, atau negara dibelanjakan kepada hal-hal yang halal dan baik, maka uang tersebut dengan peran Allah akan tumbuh terus menerus dan kembali kepada kita. Kekayaan rumah tangga, kekayaan perusahaan, dan kekayaan negara akan terus tumbuh dan bertambah.

Dimensi pertumbuhan lebih banyak bicara tentang cara penggunaan kekayaan (cash outflow). Sering kita mendengar kisah nyata bagaimana harta yang dibelanjakan untuk orang tua akan dengan berlipat ganda segera kembali kepada orang yang mengeluarkannya. Atau kisah tentang perusahaan-perusahaan yang banyak mengalokasikan anggarannya untuk melakukan riset inovasi produk, riset teknologi proses, dan pengembangan kualitas karyawannya. Perusahaan-perusahaan tersebut dengan cepat menikmati pertumbuhan tingkat penjualan dan laba yang tinggi dan berkelanjutan. Hal yang sama juga terjadi pada perusahaan-perusahaan yang peduli terhadap lingkungan hidup dan keadaan sosial masyarakat sekitar perusahaan beroperasi. Atau kisah beberapa negara di dunia yang lebih peduli membelanjakan anggaran negaranya untuk sektor pendidikan bagi warga negaranya, segera hanya dalam tempo beberapa puluh tahun dapat menikmati pertumbuhan ekonomi dan pendapatan perkapita yang tinggi, pemerataan pendapatan yang baik, serta iklim sosial yang egaliter dan stabil. Kesemua contoh tersebut membuktikan dimensi pertumbuhan dari logika cash flow spiritual.

Uang dan ekonomi, walaupun penting, bukanlah segalanya dalam kehidupan kita. Oleh karena itu sebagaimana ungkapan Alfred Marshall (salah satu tokoh ekonomi kapitalis klasik), teori ekonomi, kebijakan ekonomi, dan keputusan ekonomi haruslah diabdikan kepada pencapaian tujuan akhir dari hidup kita. Sebelum seorang kepala keluarga, pimpinan perusahaan atau kepala negara mencari dan membelanjakan harta kekayaan untuk organisasinya, mereka terlebih dulu akan bertanya: Apakah tujuan hidup kita sebenarnya?

No comments: